Kamis, 24 November 2011

Belajar dari Wajah

Menarik sekali jikalau kita terus menerus belajar tentang fenomena apapun yang terjadi dalam hiruk-pikuk kehidupan ini. Tidak ada salahnya kalau kita buat semacam target. Misalnya : hari ini kita belajar tentang wajah. Wajah? Ya, wajah. Karena masalah wajah bukan hanya masalah bentuknya, tapi yang utama adalah pancaran yang tersemburat dari si pemilik wajah tersebut.

Ketika pagi menyingsing, misalnya, tekadkan dalam diri : "Saya ingin tahu wajah yang paling menenteramkan hati itu seperti apa? Wajah yang paling menggelisahkan itu seperti bagaimana?" karena pastilah hari ini kita akan banyak bertemu dengan wajah orang per orang. Ya, karena setiap orang pastilah punya wajah. Wajah irtri, suami, anak, tetangga, teman sekantor, orang di perjalanan, dan lain sebagainya. Nah, ketika kita berjumpa dengan siapapun hari ini, marilah kita belajar ilmu tentang wajah.

Subhanallaah, pastilah kita akan bertemu dengan beraneka macam bentuk wajah. Dan, tiap wajah ternyata dampaknya berbeda-beda kepada kita. Ada yang menenteramkan, ada yang menyejukkan, ada yang menggelikan, ada yang menggelisahkan, dan ada pula yang menakutkan. Lho, kok menakutkan? Kenapa? Apa yang menakutkan karena bentuk hidungnya? Tentu saja tidak! Sebab ada yang hidungnya mungil tapi menenteramkan. Ada yang sorot matanya tajam menghunjam, tapi menyejukkan. Ada yang kulitnya hitam, tapi penuh wibawa.

Pernah suatu ketika berjumpa dengan seorang ulama dari Afrika di Masjidil Haram, subhanallaah, walaupun kulitnya tidak putih, tidak kuning, tetapi ketika memandang wajahnya... sejuk sekali! Senyumnya begitu tulus meresap ke relung qolbu yang paling dalam. Sungguh bagai disiram air sejuk menyegarkan di pagi hari. Ada pula seorang ulama yang tubuhnya mungil, dan diberi karunia kelumpuhan sejak kecil. Namanya Syekh Ahmad Yassin, pemimpin spiritual gerakan Intifadah, Palestina. Ia tidak punya daya, duduknya saja di atas kursi roda. Hanya kepalanya saja yang bergerak. Tapi, saat menatap wajahnya, terpancar kesejukan yang luar biasa. Padahal, beliau jauh dari ketampanan wajah sebagaimana yang dianggap rupawan dalam versi manusia. Tapi, ternyata dibalik kelumpuhannya itu beliau memendam ketenteraman batin yang begitu dahsyat, tergambar saat kita memandang sejuknya pancaran rona wajahnya.

Nah, saudaraku, kalau hari ini kita berhasil menemukan struktur wajah seseorang yang menenteramkan, maka caru tahulah kenapa dia sampai memiliki wajah yang menenteramkan seperti itu. Tentulah, benar-benar kita akan menaruh hormat. Betapa senyumannya yang tulus; pancaran wajahnya, nampak ingin sekali ia membahagiakan siapapun yang menatapnya. Dan sebaliknya, bagaimana kalau kita menatap wajah lain dengan sifat yang berlawanan; (maaf, bukan bermaksud meremehkan) ada pula yang wajahnya bengis, struktur katanya ketus, sorot matanya kejam, senyumannya sinis, dan sikapnya pun tidak ramah. Begitulah, wajah-wajah dari saudara-saudara kita yang lain, yang belum mendapat ilmu; bengis dan ketus. Dan ini pun perlu kita pelajari.

Ambillah kelebihan dari wajah yang menenteramkan, yang menyejukkan tadi menjadi bagian dari wajah kita, dan buang jauh-jauh raut wajah yang tidak ramah, tidak menenteramkan, dan yang tidak menyejukkan.

Tidak ada salahnya jika kita evalusi diri di depan cermin. Tanyalah; raut seperti apakah yang ada di wajah kita ini? Memang ada diantara hamba-hamba Allah yang bibirnya di desain agak berat ke bawah. Kadang-kadang menyangkanya dia kurang senyum, sinis, atau kurang ramah. Subhanallaah, bentuk seperti ini pun karunia Allah yang patut disyukuri dan bisa jadi ladang amal bagi siapapun yang memilikinya untuk berusaha senyum ramah lebih maksimal lagi.Sedangkan bagi wajah yang untuk seulas senyum itu sudah ada, maka tinggal meningkatkan lagi kualitas senyum tersebut, yaitu untuk lebih ikhlas lagi. Karena senyum di wajah, bukan hanya persoalan menyangkut ujung bibir saja, tapi yang utama adalah, ingin tidak kita membahagiakan orang lain? Ingin tidak kita membuat di sekitar kita tercahayai? Nabi Muhammad SAW, memberikan perhatian yang luar biasa kepada setiap orang yang bertemu dengan beliau sehingga orang itu merasa puas. Kenapa puas? Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW

Hakikat Cinta

Tak ada tema yang abadi untuk dibahas selain masalah cinta. Lihat saja mulai dari lagu, prosa, puisi, novel bahkan film, semuanya didominasi tema cinta. Wajar, karena cinta adalah perasaan universal. Di mana-mana, di seluruh dunia, orang membutuhkan dan menginginkan cinta.

Bagi remaja, masalah cinta itu ibarat nasi yang bisa membuat mati lemas kalau tidak menyantapnya. Sayangnya, cinta sering ternoda justru oleh mereka yang sedang jatuh cinta. Tidak jarang, jatuh cinta malah menjadi ajang pelampisan hawa nafsu. Cinta tidak lagi menjadi sesuatu yang suci dan indah. Cinta sudah menjadi kubangan lumpur kemaksiatan. Lalu, sebenarnya apa hakikat cinta itu?

The Power of Love
Cinta tak terbatas feeling, tapi memiliki kekuatan untuk mengubah dan menggugah. Orang yang merasakan cinta bisa mengubah dirinya demi orang yang dicintainya. Cinta dapat mengubah yang buruk bisa menjadi baik, yang urakan menjadi sopan, yang pendiam bisa jadi periang. Cinta juga bisa membuat orang menjadi kreatif, banyak pujangga dan musisi menghasilkan masterpiece (karya-karya hebat) karena dorongan cinta yang dirasakannya.

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam bukunya Raudah Al-Muhibbin wa Nuzhah Al-Musytaqin memberikan komentar mengenai pengaruh cinta dalam kehidupan seseorang. “Cnta itu bisa menyucikan akal, mengenyahkan kekhawatiran, mendorong untuk berpakaian yang rapi, makan yang baik-baik, memelihara akhlak yang mulia, membangkitkan semangat, mengenakan wewangian, memperhatikan pergaulan yang baik, serta menjaga adab dan kepribadian. Tapi cinta juga merupakan ujian bagi orang-orang yang shaleh dan cobaan bagi ahli ibadah,” ujarnya.

Subhanallah! Cinta memiliki kekuatan yang luar biasa. Pantaslah kalau cinta membutuhkan aturan. Tidak lain dan tidak bukan agar cinta itu tidak berubah menjadi cinta yang membabi-buta, yang dapat menjerumuskan manusia pada kehidupan hewani dan penuh kenistaan. Jika cinta dijaga kesuciannya, manusia akan selamat. Para pasangan yang saling mencintai tidak hanya akan dapat bertemu dengan kekasih yang dapat memupus kerinduan, tapi juga mendapatkan ketenangan, kasih sayang, cinta, dan keridhaan dari dzat yang menciptakan cinta yaitu Allah SWT.


Allah SWT berfirman, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Ruum[30]: 21).

Antara Cinta dan Pacaran
Bagi sebagian besar orang, cinta sangat identik dengan pacaran. Orang yang pacaran, pasti saling mencintai. Dan orang yang saling mencintai pasti pacaran. Sebenarnya apakah pacaran itu? Benarkah pacaran itu wujud atau penjelmaan dari cinta?

Dalam kamus Islam, pasti kita tidak akan menemukan satu pun rujukan tentang pacaran. Sebab, istilah pacaran tidak ada dalam sejarah dan tradisi Islam. Pacaran bukan jalan untuk menuju pernikahan. Satu-satu cara untuk saling mengenal adalah khitbah. Lalu, kepada siapa cinta itu diberikan?

1. Cintailah Allah SWT
Allah SWT sungguh pencemburu, dia tidak mau cinta hamba-Nya dibagi dengan cinta yang lain. Maka kita sebagai hamba Allah harus benar-benar mencintai Allah. Sebagaimana firmannya, “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya seakan mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat mencintai Allah.” (QS. Al-Baqarah [2]: 165).

Dalam ayat ini jangankan Allah tidak dicintai, yang mencintai Allah sama dengan makhluknya pun Allah tidak suka. Maka prioritas cinta kita yang pertama dan utama hanya kepada Allah SWT.

2. Mencintai Rasulullah
Sabda Rasul bagi yang ingin merasakan manisnya iman (cinta) maka hendaklah ia mencintai Allah dan Rasulullah, “Ada tiga golongan yang akan merasakan manisnya iman: pertama, adalah mereka yang mencintai Allah dan Rasulnya lebih dari selain kepada keduanya. Kedua orang yang saling cinta karena Allah dan Rasul. Ketiga seorang yang membenci kepada kekafiran sebagaimana dia benci dilemparkan ke dalam api neraka.” (Al-Hadis).

3. Cinta kepada Orang Tua
Setelah Allah dan Rasul, prioritas cinta kita kepada kedua orang tua kita karena merekalah orang yang paling berjasa dalam hidup ini. Kasih sayang orang tua tidak akan penah lekang oleh zaman. Tidak akan hambur oleh waktu. Teramat durhaka bagi seorang yang mengabaikan cinta kepada kedua orang tua padahal kasih sayang mereka sepanjang masa. Hormati dan sayangi orang tua sebagaimana firman Allah di surah Al-Israa’ [17]: 23-24.

4. Cintailah Sesama
Manusia memang tidak bisa hidup sendiri. Ia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Bahkan, Rasulullah menyampaikan bagi mereka yang berharap keridhaan Allah, hendaklah ia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri (Al-Hadis).

Suatu saat Rasulullah didatangi oleh seorang sahabat yang menempatkan dirinya disamping Rasululah sembari berkata, “Ya Rasulullah saya mencintainya karena Allah. Apakah engkau sudah mengabarinya, tanya Rasul. Belum ya Rasulullah. Maka Rasul berkata, “Temuilah dan katakan kepadanya engkau mencintainya.”

5. Cintai Alam Sekitar
Kita hidup sebagai manusia yang memiliki tugas mengemban amanah sebagai khalifah (pemimpin atau wakil Allah di muka bumi). Baik atau rusaknya alam ini disebabkan ulah tangan manusia. Maka, jika manusia ingin hidupnya sejahtera, aman dan nyaman, manusia harus mencintai lingkungan sekitarnya. Sehingga tidak terjadi bencana, polusi dan kerusakan-kerusakan lain karena ulah tangan manusia yang tidak bertanggungjawab. Wallahu ‘alam bishshawab

LOve End
Pituah Rang Gaek

Hiu bali belanak bali
Ikan panjang bali da-ulu
Ibu cari sanak di cari
Induak samang cari da-ulu

Karatau madang di hulu
Babuah babungo balun
Marantau bujang da-ulu
Dirumah baguno balun


Pantun AMBO
Padang Panjang jo Lembah Anai
Tampek nan dingin di kaki gunuang
Sabana sanang hati denai
Mandapek pakirim dari rang kampuang

Urang Padang pai ka Bukik
Makan basamo di pasa ateh
Badan malang rasaki sampik
Itu tandonyo umaik pamaleh


Dilarang membenci Pantun

Guruku

Guru yang baik bukan hanya yang bersertifikasi. Guru yang baik bukan hanya mereka yang suka bermake up ria. Guru yang baik bukan h...